jika terlalu pahit untuk di telan, maka seruput lah dengan perlahan.
sebuah perasaan tidak akan bisa di bohongi, meski sang pujangga menulis bait berbeda dalam puisinya. mungkin terlalu dini untuk terhanyut dalam rasa gembira bahwa sebuah perasaaan akan kembali pada tuannya. namun sering terperangkap pada situasi yang selalu tak bisa untuk di kenali dan di kendali.
aku bukan seseorang yang baru dalam ke hidupan ku, meski beberapa kali aku memcoba untuk beralih dan berubdah dari sini, beranjak ke berbagai sisi, dan berdalih untuk belajar lupa dan tersisih. mungkin karna sebuah objek yang berbunga, atau sebuah bibit yang mulai mekar tunasnya. atau sebuah perasaan yang tak pernah ku ingin untuk ada.
terlalu dini untuk mengatakan cinta, atau sebenarnya aku takut membuka langkah dan terjebak dalam realita. saat ini tak baik untuk mengakatakan duku karna terlihat bahagia di tiap bertemu dalam hurufnya. hanya saja kenapa? tulisan ini takan bisa mengungkap apa lagi memberi isyarat untuknya.
aku pernah gagal, pada mahluk sejenis dirinya, wanita sebutan untuk yang terlahir mahir di dunia. dan saat itu membuat aku memaksa lupa caranya memulai sebuah perasaan yang tersulut lewat yang mereka sebut cinta. aku hanya tak suka jika itu merobek selendang nyaman yang ada di leherku. ini membuat ku terganggu.
wanita selalu hebat dan berhasil meninggalkan si pecundang yang berdiri di depan cermin ku. atau aku sedang menghayal akan dunia tempat aku terlena dan terlalu luas melang-lang buana,
sekali lagi,
aku tak tau sejauh mana kacau tulisan ku,
dan ini semakin membuat ku ragu, tentang kembali atau berjalan di atas tepi yang akan mudah jatuh tertiup cemburu.
pemikiran ku semakin gila, semakin lama kosong karna terpaksa kuat walau hati sudah menyerah. ditinggalkan bukanlah satu hal yang membanggakan terlebih dengan kata "kau tak terlalu menyenangkan" kurasa cukup untuk membuat ku sadar, baik bukan lah suatu kebanggaan, tapi kesenangan adalah suatu kebutuhan aku masihlah si bodoh yang terlalu melan kolis, berharap perasaan kisah dunia nyata semewah cerita asmara "galih dan ratna".
kembali pada realita, aku masih pecundang,
yang kalah dalam perbedaaan kasta, yang akan tersisih lewat kejam audisi para pemilik kuda mewah dan mereka yang memilih untuk jadi tuan putri berbonceng raja dan berleha dalam istana. tidak ada yang salah, mereka tetaplah mereka. yang punya titah sendiri dalam meratap nasib hidupnya.
dan jika ku lanjutkan,
hanya akan terjadi lagi. lantas sampai kapan aku akan jadi pecundang, yang kalah dalam medan juang bukan karna karna strategi? atau aku hanya veteran yang tetap jadi sampah dan bungkam ketika koalisi dan materi jadi harga mati dalam meraih mimpi?
saatnya tertawa, dan berkata, aku hanya akan kalah lagi.